coretan di
atas telaga
Oleh : Suko Wiyono
Susuh, 20 Januari 2012
Telaga buret merupakan asset kehidupan bagi para petani di 4
desa, diantaranya yaitu Desa Sawo, Gedangan, Ngentrong dan Gamping. Ke empat
desa ini berada di Kecatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung di Jawa Timur. Selain
menggantungkan air hujan, pada waktu
musim tanam padi, sawah mereka juga harus tetap mendapatkan air irigasi yang
berasal dari telaga buret tersebut.
Telaga buret dipercayai sebagai
tempat yang penuh dengan hal-hal yang mistis, dan banyak mitos yang dipercaya
oleh masyarakat sekitar terkait dengan apa yang ada di telaga buret
tersebut.Berawal dari sini, masyarakat sejak zaman dulu selalu melaksanakan
upacara adat sekali di setiap tahunnya yang disebut Ulur-ulur. Upacara ini
dimaksudkan untuk menunjukkan rasa terimakasih mereka kepada sang pencipta yang
telah memberikan sumber mata air yang besar sebagai penopang penghidupan bagi
masyarakat setempat.
Pada awalnya, upacara adat ini hanya
diselenggarakan oleh pemerintahan desa setempat. Tetapi dengan berjalannya
waktu, masyarakat ingin membentuk sebuah kelompok yang serius menangani upacara
adat di Telaga Buret. Kelompok ini beranggotakan sesepuh/tokoh masyarakat adat yang
dulunya aktif ikut serta dalam setiap pelaksanaan upacara adat telaga, dan kelompok
ini diberi nama Kasepuhan Sendang Tirto Mulyo. Kasepuhan Sendang Tirto
Mulyo berdiri sekitar tahun 1995 dengan setatus yang disandang adalah
paguyuban.
Kasepuhan ini berhasil membuat upacara
ulur-ulur dikenal tidak hanya oleh masyarakat setempat saja, tetapi juga oleh
pemerintah daerah setempat dan juga masyarakat di luar daerah, mungkin sampai
ke tingkat nasional bahkan internasional.Karena upacara ini setiap kali
diselenggarakan acap kali diliput oleh beberapa media elektronik dan cetak
setingkat nasional. Entah itu koran, majalah, radio atau juga televisi swasta.
Lambat laun, banyak yang tertarik
dengan apa yang ada pada Telaga Buret. Mereka bukan hanya tertarik terhadap
upacara ulur-ulur ini, melainkan juga tertarik
dengan keanekaragaman flora dan fauna yang ada di sekitarnya. Mulai dari
beberapa jenis binatang air, darat dan udara banyak terdapat disitu.
Telaga ini terjaga keberadaannya
karena banyak mitos. Salah satu mitos yang masih dipercaya masyarakat adalah
jika ada orang yang berani mengambil binatang jenis apapun dari area sekitar
telaga ini maka akan celaka nantinya. Mitos ini ternyata juga banyak yang
dialami oleh warga sekitar yang mencoba untuk melanggarnya. Ada beberapa warga
sekitar yang pernah mengambil ikan dari telaga dan seketika itu langsung
mengalami sakit parah.
Ada yang merasa bahwa mereka harus
bertanggungjawab terhadap kelestarian ekosistem yang ada di telaga ini, baik
itu dari kalangan pemerintah maupun masyarakat sekitar. Sehingga mendorong munculnya lembaga baru yang namanya Hampar.
Hampar adalah organisasi pemuda di sekitar telaga yang peduli terhadap telaga.
Mereka aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk kelestarian
telaga, misalnya yaitu melakukan penanaman di lokasi sekitar telaga dan juga
melakukan kegiatan-kegiatan dalam bentuk yang lainnya.
Dan dari situ pula, muncullah sebuah
keinginan dari beberapa kelompok dan didukung oleh pemerintah daerah setempat
untuk menjadikan Telaga Buret ini sebagai kawasan eko-wisata. Jadi, selain
untuk menjaga kelestarian flora, fauna dan sumber mata airnya adalah juga
sebagai tempat wisata.
Setelah munculnya program PHBM (Pengelolaan
Hutan Berbasis Masyarakat), yang digelontorkan oleh pemerintah, maka masyarakat
setempat, khususnya masyarakat di Desa Sawo, membentuk Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH) sesuai dengan amanah yang termaktup dalam Undang-undang PHBM.
Organisasi ini diketuai oleh pengusaha penggergajian batu marmer dan dibantu
oleh beberapa pengurus yang berasal dari kalangan pemerintah desa dan juga
pemuda. Yang jelas dari beberapa pengurus inti ini adalah bukan petani yang menggarap lahan di hutan. Mungkin
ini yang melatar-belakangi ketidakaktifan dari lembaga ini, sehingga lembaga
ini sudah seperti mati suri.
Di area sekitar telaga ada bukit
yang sebenarnya masuk dalam kawasan hutan lindung. Tapi tdak tahu kenapa, oleh Perum
Perhutani ditanami tanaman produksi layaknya hutan produksi dan masyarakat
sekitar memanfaatkan lahan tersebut untuk bercocok tanam.
Timbul inisiatif untuk mengelola lahan tersebut
menjadi lahan yang mempunyai dampak positif terhadap kelestarian sumber mata
air telaga. Maka dibentuklah Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Puthuk Mindhi
sebagai pokja dari LMDH Desa Sawo.
Nama Puthuk Mindhi diambil dari nama
bukit yang dikelola. Kelompok ini beranggotakan murni dari pesanggem yang
menggarap lahan tersebut. Dari awal kelompok ini berdiri sudah menunjukkan
keseriusan dari anggotanya untuk berjuang demi kehidupan organisasi dan
kelestarian alam. Tetapi pada akhirnya, karena semakin lama terkikis oleh waktu
dan keadaan, maka keberlangsungan organisasi ini masih jauh dari apa yang
dulunya kita harapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar